Cerpen : Paranoid
Bangunan
sekolah ini sudah tua sekali, suasananya hening dan sangat mencekam. Bangunan kelas-kelas
,ruang kepala sekolah, ruang guru, perpustakaan dan lainnya dibuat terpisah,
jadi semacam pavilium. Yah tidak ada ruangan yang berdempetan di lahan yang
sangat luas ini. Memang aneh sih. Setiap pergantian kelas maka kami akan bergegas
menuju ruang kelas berikutnya dengan berlari kecil, yah kebayang kan setiap kelasnya
ada jarak beberapa meter gitu.
Hari
ini aku piket untuk membersihkan gudang yang letaknya pada bangunan paling
belakang sekolah. Hari sudah menunjukkan pukul 4 sore dan merupakan jam
pelajaran tarik suara. Aku dan teman-teman bergegas menuju ruangan kesenian,
kami melewati jalanan panjang yang di sepanjang kanan kiri jalan adalah rumputan
hijau yang menghampar luas. Aku baru ingat jika hari ini aku piket membersihkan
gudang sekolah, berhubung aku tidak suka pelajaran tarik suara , yah aku sangat
benci menyanyi, maka kuputuskan untuk membolos saja dan diam-diam keluar dari rombongan
menuju gudang sekolah, lagipula aku tidak mau jika harus piket malam hari sehingga
sebaiknya sekarang aku cepat-cepat menyelesaikan tugaas piketku sendirian.
Aku
menyusuri jalanan panjang tadi, memutar haluan dari arah menuju ruang kesenian,
melewatil orong-lorong kelas, kemudian kantin sekolah yang terkenal angker,
berdasarkan cerita murid sekolah ini secara turun temurun dulunya kantin ini adalah
lokasi pembantaian Gerakan 30SPKI. Aku agak menoleh kearah kantin yang sepi dan
mulai sunyi, jantungku berdebar kencang jika harus melintasi lokasi ini sendirian.
Langit
jingga yang indah merefleksikan warna kemerahannya kearah halaman gudang sekolah
ini, cahaya kelam yang memantul di kolam kecil tempat puluhan koi hidup,
kemudian membias
dan menjadikan kolam ini terlihat seperti kolam darah. Di tengah kolam mini berdiri patung cupid yang
telanjang dengan rambut keritingnya dan membawa busur dan panah di tangannya. Dengan
sedikit bergidik kunaiki anak tangga yang hanya ada 5 pijakan itu, dengan hati-hati
aku menyusuri lantai dasar gedung ini. Kucari sapu dan serok untuk membersihkan
ruangan. Ruangan ini berdebu membuatku sedikit bersin bersin saat kuusapkan sapuku
di lantai. Maklum saja, hari
ini adalah hari pertama sekolah semenjak liburan semester panjang kemarin,dan
sialnya dihari pertamaku ini aku mendapat bagian membersihkan gudang.
Dari lantai atas terdengar suara rintihan,dengan sedikit
takut kunaiki tangga menuju lantai dua dengan langkah pelan seperti hendak
mengintai. Seketika sepi menyekapku, membuat suara ketukan sepatuku terdengar
jelas di tangga berdasar kayu ini. Handphoneku bergetar, kuusap layarnya dan
kulihat satu nomor tak dikenal menelfonku. Kuangkat panggilan itu dan terdengar
suara tangisan anak bayi, aku terkejut dan
langsung kuputuskan saja panggilan itu. Saat aku tiba di lantai dua, kulihat
sekelilingku berupa kuburan kecil, sangat banyak jumlahnya, aku berada
diantaranya. Apa yang terjadi disini? Seumur hidupku aku tidak pernah tau
adanya kuburan massal ini disini. Terdengar lagi suara rintihan yang tadi
kudengar, namun suara ini terdengar semakin dekat dan jelas, di pojok ruangan
ini ada sebuah ruangan kecil yang kelihatannya sanagat terang, mungkin lampu
didalamnya dinyalakan. Dengan jantung
yang semakin berdebar aku menuju ruangan itu dan mencoba mengintip
melalui lubang kunci,samar kulihat seorang yang berambut panjang dan kusut dengan
baju yang kusam membelakangiku, entah apa yang sedang dilakukannya, badannya
sedikit membungkuk,mungkin dia orang gila pikirku. Tiba tiba bau anyir menusuk
tajam hidungku, aku tidak tahan. Bau amis bercampur busuk dandupa wangi menyatu
menjadi tidak karuanmenyeruak penciumanku. Orang gila itu berbalik badan ,
sepertinya dia mulai menyadari kehadiranku. Oh ya Tuhan mulutnya penuh darah,
begitu juga tangannya yang berlumuran darah pekat yang mulaimembeku.
Aku terkejut karena tiba-tiba pintu terbuka dengan
sendirinya,masih belum hilang rasa takutku yang amat dalam, aku berlari
menuruni tangga dengan segera. Tapi anehnya ,kuburan yang tadi kulihat
disekelilingku tidak ada lagi satupun, semuanya seakan akan lenyap. Jantungku
mulai memburu lagi, nafasku terengah engah, tubuhku serasa lemas sekali, ingin
rasanya aku pingsan saja biar aku tidak perlu lagi merasakan ketakutan ini.
Kakiku seperti tanpa tulang, sangat susah untuk bergerak menuruni tangga ini,
aku tak sanggup melawan ketakutanku ditambah pencahayaan yang sangat buruk
menambah kesulitanku untuk beranjak, kugunakan hp ku sebagai penerang tambahan.
Sampai di lantai dasar aku segera menuju pintu utama, oh
sial pintu tidak bisa terbuka, aku panik, kudobrak saja pintu itu, lenganku
sakit. Orang gila itu, seorang nenek tua renta tapi jalannya cepat sekali, dia
sekarang tepat berada satu meter di belakangku, aku semakin panik, kuambil sapu
disebelahku dan kupukulkan di kepalanya, dia kesakitan tapi diamasih kuat,
kupukulkan lagi sapu berkali kalihingga ia tersungkur di lantai untuk waktu
yang cukup lama, tak kusia-siakan kesempatan ini, dengan sisa tenagaku kudobrak
pintu kayu yang mulai lapuk ini sambil berteriak minta tolong. Terdengar suara lirih rintihan yang semakin lama
semakin jelas terdengar, suara yang sama dengan yang kudengar tadi. Kemudian
disusul suara tertawa yang melengking dan berubah menjadi suara tangisan yang
menyayat . Ah, apa ini, aku pusing , aku tak kuat lagi, kututup telingaku
dengan kedua tanganku danberteriak sekencang yang aku bisa.
Nenek tua itu terbangun, diamendekatiku, mencekik
leherku, aku pasrah. Kuambil hp dari saku rokku, kubenturkan ke kepala
perempuan tua itu, namun cekikannya semakin kuat, wajahnya yang seram tepat
berada di depan wajahku, mukanya kusam, mata yang garang,ada beberapa
goresan bekas luka di pipi dan dahinya
yang mulai tersamarkan oleh keriputnya, kami beradu tatap, kupukul hp ku ke
matanya , ia merintih kesakitan dan melepaskan tangannyadi leherku,aku
mengambil nafas sejenak, mengumpulkan tenaga yang tersisa, aku berlari
mendekati tangga, kuambil balok kayu didekat tangga, kupukulkan ke kepala dan
badannya hingga ia benar-benar tak bergerak lagi, sepertinya ia tak bernyawa
lagi. Ya Tuhan apa yang telah kulakukan, aku sudah membunuhnya. Apa yang harus
kulakukan sekarang, tanganku gemetar,kubuang balok kayu ditanganku. Seketika
pandanganku berkunang-kunang,semuanya menjadi gelap, aku ingin bangun dari
mimpi buruk ini, namun susah untuk menggerakkan tanganku, badanku, susah untuk
membuka kelopak mataku.
Badanku terasa berat saat aku membuka mataku dengan tiba-tiba,
nafas memburu dan keringat dingin yang membanjiri tubuh panasku. Aku terbangun
tepat pukul 07.00 pagi ini, langsung bergegas menggunakan baju seragamku dan
menuju sekolah. Suasana sekolah tidak seperti biasanya, aku seperti alien
diantara mereka semua. Bahkan ketika aku menduduki kursiku teman sebelahku tak
menyapaku, seakan akan tak menyadari keberadaanku.
Bel berbunyi pertanda jam istirahat pertama, aku bergegas
menggunakan tasku dan beranjak dari kelas ini menuju kelasberikutnya, kususuri
jalanan menuju ruang multimedia, namun mataku teralihkan pada kerumunan siswa
di gudang sekolah, agak bergidik juga jika harus kesana, teringat lagi mimpiku
semalam. Dengan nekatnya aku memberanikan diri membaur ditengah kerumunan manusia,
terlihatsesosok mayat orang tua renta, orang yang berada di dalam mimpiku
terbujur kaku tak bernyawa. “kau pembunuhnya!!”siswa disebelahku menunjukku dan
menatapku dengan rasa kebencian yang amat dalam, semua siswa kinimelirik
kearahku “ kau pembunuh, pembunuh, pembunuh”. “aku bukan pembunuh, bukan, bukan
aku pelakunya “. Aku mulai mundur dari kerumunan itu, menjauh dan berlari
sekuat tenaga menuju gerbang sekolah,menyusuri trotoar yang ramai dilalui
orang. Aku bingung tak tau harus kemana danberbuat apa, aku tak mau pulang, aku
tak maudipenjara. Sudah sekitar satu jam aku berjalan , pegal juga
rasanya badan ini, dari langit mulai berjatuhan butiran halus air,gerimis. Aku
meneduh padasebuah posronda, dan tertidur.
Cahaya keemasan yang masuk melalui pintu menerpa tubuh
ringkihku, silaunya berhasil membangunkanku. “Mayatnya sudah mulai berlendir
dan mengeluarkan bau tak sedap”. Suara berisik disekeliling mengganggu
kenyamananku, beberapa siswaberseragam putih abu, tiga orang bapak berseragam cokelat muda,
mereka guru di sekolahku, dan beberapa bapak dengan baju seragam polisi. Aku
mulai takut, mau apa polisi-polisi itu datang, apakah mereka akan menangkapku
atas kejahatanku. Badanku masih terasa sangat sakit, namun kali ini lebih
ringan. Dua buah tandu tergeletak di lantai,aku melihat mayat perempuan tua itu
digotong keatas tandu dan dibawa keluar gudang ini. Wajahnya hancur bekas
pukulan dan berlumuran darah yang telah mengeras menempel di kulit wajahnya, di
baju usangnya juga. Akumenjerit, aku takut, bukan aku pembunuhnya, aku berlari
meninggalkan lokasi, menuju kedalam ruangan gudang ini, menuju ruang bawah
tanah. Tak ada yang mempedulikanku. Kuturuni tangga menuju kedalaman ruang
gelap ini, dadaku terasamulai sesak, sangat pengap
disini.Aku bersembunyi di kegelapan ruangan ini sendiri.
Komentar
Posting Komentar